Surabaya - Kanker serviks masih menjadi penyebab kematian tertinggi kedua untuk perempuan di Indonesia. Padahal, penyakit ini dapat dicegah dan diobati lebih awal apabila dideteksi sedini mungkin melalui skrining. Sayangnya, cakupan skrining nasional masih tergolong rendah, yaitu baru sekitar 7 persen dari target 75 persen yang ditetapkan dalam Rencana Aksi Nasional Eliminasi Kanker Serviks 2023–2030. Untuk menjangkau lebih banyak perempuan, termasuk mereka yang tinggal di wilayah dengan akses layanan kesehatan terbatas, dibutuhkan pendekatan sistematis dan kolaboratif lintas sektor.
Kolaborasi Multi-Pihak Untuk Aksi Nyata
PT Roche Indonesia, Divisi Diagnostik, bersama dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jhpiego, dan PT Bio Farma (Persero), menginisiasi proyek percontohan skrining kanker serviks berbasis HPV DNA dengan model hub-and-spoke dan pengambilan sampel secara mandiri untuk hampir 6,500 wanita Provinsi Jawa Timur yang telah resmi diluncurkan pada November 2024. Inisiatif ini juga mendapat dukungan dari berbagai pihak, diantaranya Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI), Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), Yayasan Kanker Indonesia (YKI), serta kader dan komunitas lokal. Kolaborasi lintas sektor ini menjadi landasan penting bagi pengembangan sistem skrining kanker serviks yang terintegrasi dan merata secara nasional.
Sistem Inovatif: Model Hub-and-Spoke untuk Skrining Nasional
Untuk
menjawab tantangan geografis, keterbatasan laboratorium dan akses layanan,
model hub-and-spoke diperkenalkan
sebagai pendekatan skrining kanker serviks di Indonesia yang berdasarkan
pendekatan populasi.
Pendekatan ini lebih efisien secara logistik dan menyelaraskan dengan kebutuhan dan kesiapan laboratorium tiap daerahnya sehingga mempercepat capaian skrining secara nasional.
HPV DNA: Deteksi Lebih Dini, Lebih Akurat
Tes HPV DNA
adalah metode yang mampu mendeteksi infeksi virus HPV (Human Papillomavirus), penyebab utama kanker serviks. Tes ini
direkomendasikan oleh WHO sebagai metode skrining yang lebih sensitif dan
akurat, bagi perempuan usia 30–69 tahun.
Seluruh portofolio tes HPV dari Roche telah mendapatkan pre-kualifikasi WHO untuk sampel yang diambil oleh tenaga kesehatan maupun secara mandiri (self-sampling collection). Bahkan, solusi HPV self-collection dari Roche terpilih sebagai salah satu “Best Inventions 2024” oleh TIME Magazine untuk kategori Medical Care, mengukuhkan statusnya sebagai inovasi medis yang berdampak global.
Self-Sampling: Solusi
Nyaman dan Aman Bagi Perempuan
Masih ada sejumlah tantangan dalam mendorong agar warga mau tes HPV DNA, contohnya stigma, seperti rasa takut, rasa malu, dan ketidaknyamanan menjadi salah satu penghalang bagi perempuan untuk melakukan skrining. Edukasi perlu digencarkan pada para perempuan beserta suaminya, mengingat salah satu faktor rendahnya cakupan skrining adalah suami yang tidak memberikan izin.
Metode self-sampling menjadi solusi bagi perempuan untuk dapat mengambil sampel sendiri dengan panduan dari tenaga kesehatan, secara aman, nyaman, dan privasi.
“Awalnya saya takut sakit dan gak nyaman ikut pemeriksaan ini. Tapi setelah saya memberanikan diri, ternyata gak perlu malu karena bisa ambil sendiri di bilik, dan juga gak sakit. Warga di sini banyak yang akhirnya mau ikut karena merasa nyaman. Saya juga terus menghimbau Ibu-Ibu untuk mau melakukan tes dan menjaga kesehatan melalui deteksi dini” – Ibu Nurul Wulan Sari, Warga RW 10 Manukan Kulon, Surabaya
“Sebagai kader, saya merasa senang ikut ambil bagian dalam program ini. Kami mulai dengan memberikan edukasi kepada Ibu-Ibu usia 30-69 tahun. Dan saat ini lebih mudah mengajak ibu-ibu ikut skrining karena sekarang mereka bisa ambil sampelnya sendiri. Warga jadi lebih terbuka dan gak takut lagi.” – Ibu Made Ariatini, Kader Puskesmas Manukan Kulon
Dari Proyek Percontohan Menuju Sistem Nasional
yang Terintegrasi
Setelah peluncuran proyek percontohan ini, berbagai kegiatan persiapan dilakukan untuk memastikan kesiapan sistem dan sumber daya di lapangan. Antara lain mengadakan pelatihan tenaga kesehatan, petugas laboratorium, dan Kader Surabaya Hebat, juga assessment kesiapan laboratorium, termasuk pengadaan sarana, prasarana dan pemasangan alat uji cobas® 5800 di Laboratorium Kesehatan Daerah Kota Surabaya.
Setelah seluruh kesiapan teknis terpenuhi, pada bulan April 2025 kegiatan skrining dimulai. Para kader dan tenaga kesehatan melakukan edukasi dan pengambilan sampel mandiri kemudian sampel dikirim ke laboratorium untuk diuji, dan peserta dengan hasil tes positif diarahkan untuk mendapat penanganan lebih lanjut.
Hingga Juni 2025, proyek percontohan ini telah mencatat kurang lebih 50 persen dari target 5.500 perempuan di Kota Surabaya telah melakukan skrining dengan metode self-sampling dan akan terus berjalan hingga akhir tahun 2025.
Melalui pendekatan berbasis data yang sistematis dan inklusif, proyek ini diharapkan dapat menjadi referensi nasional dalam membangun sistem skrining kanker serviks yang berkelanjutan dan berdampak luas. Dan yang terpenting, model ini menunjukan bahwa kolaborasi antara teknologi, kebijakan publik, dan peran aktif komunitas dapat menyelamatkan lebih banyak perempuan Indonesia dari kanker serviks. Melalui pendekatan integrasi layanan primer (ILP) dan pelayanan kesehatan yang menyeluruh.(dta)